Perubahan iklim membuat bumi semakin merana dan mengancam keanekaragaman hayati di dalamnya. Edukasi tentang pelestarian lingkungan harus benar-benar menjadi tindakan nyata untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Pernahkah Anda merasakan suhu bumi yang semakin lama semakin panas? Ya, hampir semua merasakan suhu bumi yang kian panas akhir-akhir ini. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir bumi mencetak rekor suhu terpanas. Suhu bumi naik menjadi 1,1 hingga 1,2 derajat celcius dibandingkan pada era pra industri. Akibatnya dunia saat ini memanas lebih cepat dari sebelumnya, apalagi di Indonesia yang notabenenya berada di wilayah tropis.
Saya mengatakan hal yang sebenarnya karena berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), normal suhu udara periode 1981-2010 di Indonesia adalah 26,6 derajat celcius. Sedangkan suhu udara rata-rata tahun 2021 adalah sebesar 27 derajat celcius. Data ini didapat berdasarkan data 89 stasiun pengamatan BMKG. Di Indonesia, tahun 2016 menjadi tahun terpanas dengan nilai perbandingan suhu tahunan sebesar 0,8 derajat celcius.

Perubahan Iklim
Bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Ia sedang sakit dan terluka. Suhunya naik turun serupa anak kecil yang terserang demam. Kadang suhunya panas sekali namun tiba-tiba menjadi dingin. Dingin sekali.
Terjadinya perubahan suhu bumi adalah efek dari perubahan iklim. Efeknya bukan hanya itu saja! Kadang-kadang terjadi badai hebat disertai dengan hujan lebat dan longsor melanda beberapa tempat. Sedangkan di belahan bumi lainnya, bencana lain terjadi sebaliknya. Tanah kering akibat kemarau panjang sehingga menyebabkan kelaparan. Di daerah kutub, es mulai mencair seperti es krim yang meleleh. Hal ini menyebabkan naiknya permukaan air laut yang bisa mengancam biota-biota laut.
Efek-efek dari perubahan iklim tersebut tentulah ada penyebabnya. Aktor utama dari rusaknya lingkungan adalah manusia itu sendiri. Manusia yang tidak menjaga alamnya lestari dan diselubungi oleh niat jahat untuk menguasai alam. Meningkatnya aktivitas manusia yang melakukan pembakaran bahan bakar fosil untuk produksi minyak dan gas alam. Memang kebutuhan terhadap minyak dan gas alam tak dapat dihindari. Kebutuhan terhadap minyak ini juga dipengaruhi oleh semakin meningkatnya produksi barang-barang manufaktur (seperti plastik, semen, dan lain-lain) dan juga penggunaan transportasi. Selain itu penebangan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan juga menjadi penyebab utama terjadinya perubahan iklim. Dengan banyaknya lahan pertanian dan perkebunan maka produksi bahan makanan juga semakin meningkat.

Keanekaragaman Hayati
Berbicara perubahan iklim, maka kita harus mengaitkan pula dengan keanekaragaman hayati. Keduanya memiliki hubungan yang bisa saling menguntungkan, namun bisa juga membahayakan. Sebelum kita melihat bagaimana hubungan keduanya, maka perlu juga kita mengetahui apa itu keanekaragaman hayati.
Istilah keanekaragaman hayati merujuk kepada gambaran tentang keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara mereka dengan lingkungannya. Jadi setiap makhluk hidup di bumi ini, baik berupa hewan-hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang saling berinteraksi, maka itu dinamakan dengan keanekaragaman hayati.

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Keanekaragaman Hayati
Keberlangsungan keanekaragaman makhluk hidup yang ada di Indonesia sudah lama terancam. Pada umumnya, dampak perubahan iklim terjadap keanekaragaman hayati dapat kita pilah menjadi 2 bagian, yakni dampak langsung maupun dampak tidak langsung. Apa saja contoh-contohnya?


Di masa mendatang, perubahan iklim akan lebih menyebar luas dengan cepat seiring bertambahnya jumlah gas-gas rumah kaca dalam atmosfer. Peningkatan suhu bumi akan menimbulkan masalah yang cukup besar pada ekosistem. Sehingga sangat penting bagi ekosistem untuk mempertahankan keanekaragaman hayati sebagai alat untuk adaptasi perubahan iklim.
Adaptasi Perubahan Iklim dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati
Nah, karena perubahan iklim tidak mungkin kita hindari, maka kita harus mensiasatinya dengan mengubah perilaku agar sadar lingkungan dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Lalu apa itu adaptasi perubahan iklim?
Menurut Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, adaptasi perubahan iklim merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian ekstrem sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
Artinya, adaptasi perubahan iklim merupakan sebuah upaya baik secara spontan maupun terencana sebagai tindakan penyesuaian sistem alam dan sistem sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim itu sendiri. Upaya-upaya ini bertujuan untuk mengurangi risiko terhadap kerentanan sosial ekonomi dan juga untuk meningkatkan daya tahan dan kesejahteraan masyarakat.
Jadi, mau tidak mau kita harus menghadapi perubahan iklim dengan berbagai upaya agar bisa menyesuaikan diri karena hal ini berpotensi besar dalam mengurangi dampak perubahan iklim sehingga tidak ada korban jiwa. Strategi yang dilakukan baik jangka pendek maupun jangka panjang akan bermanfaat.
Untuk mencegah terjadinya ancaman yang lebih serius akibat perubahan iklim, maka kita harus mendorong masyarakat agar mereka menyadari pentingnya pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Indonesia sebagai sebuah negara beriklim tropis memiliki peluang besar untuk menekan perubahan iklim. Selain itu, secara geografis pun negara kita mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Iklim tropis dan keanekaragaman hayati ini seharusnya menjadi modal besar untuk adaptasi perubahan iklim. Berbagai edukasi pelestarian lingkungan bisa dikembangkan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Banyak hal yang bisa kita lakukan agar bumi tetap lestari. Mulai dari hal-hal yang kecil seperti pembiasaan membuang sampah pada tempatnya, maupun hal-hal besar seperti pelestarian keanekaragaman hayati dengan cara menjaga laut dan hutan dan melindungi satwa-satwa maupun tumbuh-tumbuhan di dalamnya.
Peran Generasi Milenial dalam Menjaga Keanekaragaman Hayati

Kehadiran generasi milenial dalam menjaga keanekaragaman hayati adalah sebuah keniscayaan. Generasi yang lahir periode 1980-2000 ini cenderung menghabiskan hari-hari mereka dengan gadget untuk mencari beragam informasi. Milenial tidak hanya mencari informasi saja, namun mereka juga berkomunikasi melalui akun media sosial mereka untuk berinteraksi dengan orang-orang di seluruh dunia. Dunia tampak begitu kecil karena setiap individu saling terhubung.
Menurut Budi Sulistyawan, generasi milenial merupakan generasi “kepo”. Hal ini ditandai dengan cermatnya mereka dalam membeli sebuah produk. Jadi, sebelum sebelum memutuskan pembelian suatu produk, mereka terlebih dahulu mencari informasi melalui internet maupun sosial media. Hasil review tersebut menjadi bahan pertimbangan bagi mereka untuk membeli sebuah produk. Generasi milenial lebih kreatif dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Selain itu, generasi ini juga lebih terbuka dalam hal komunikasi. Kehidupan mereka juga sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi. Dalam pandangan politik dan ekonomi pun, kelompok ini memiliki pandangan terbuka sehingga mereka bisa sangat reaktif terhadap isu-isu pelestarian lingkungan.
Keterlibatan milenial dalam menjaga lingkungan memberikan peluang besar untuk kelestarian alam. Apalagi menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 persen dari total penduduk Indonesia. Proporsi tersebut lebih besar dari jumlah generasi sebelumnya, seperti generasi X (25,74 persen), generasi baby boom + veteran (11,27 persen), dan generasi Z (29,23 persen). Berdasarkan data tersebut, maka generasi milenial menjadi bonus demografi. Keterlibatan mereka justru sangat kita harapkan guna membawa perubahan bagi generasi mendatang untuk masa depan yang lebih baik.

Jadi, berbicara tentang milenial, tentulah media sosial menjadi salah satu strategi penting untuk kampanye lingkungan. Rata-rata milenial di seluruh dunia memiliki akun media sosial pribadi, baik Facebook, Instagram, Twitter, Tik Tok, Youtube, dan sebagainya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dea Rizki Kapriani dan Djuana P. Lubis (2014) menunjukkan bahwa sebuah organisasi KeSeMaT yang bergerak dalam bidang pelestarian mangrove telah berhasil mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas online melalui Twitter dengan akun @KeSEMaT. Dengan menggunakan Twitter, pesan pekestarian mangrove lebih mudah disampaikan dan memudahkan interaksi antara organisasi KeSEMaT dengan para penggunanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa followers yang mengakses Twitter sebanyak 2 sampai 3 kali per hari dengan durasi 40 sampai 60 menit. Sedangkan yang membaca tweet dari akun @KeSEMaT sebanyak 4 sampai 5 kali per hari dengan durasi 8 sampai 10 menit. Selanjutnya akses terhadap akun Twitter @KeSEMaT efektif dalam mengubah perilaku dan sikap followers terhadap pelestarian mangrove. Semakin tinggi frekuensi dan durasi mengakses akun @KeSEMaT maka semakin tinggi perubahan perilaku yang terjadi. Dan perubahan perilaku efektif dalam menggerakkan followers untuk terlibat dalam kegiatan offline. Semakin tinggi perubahan perilaku, semakin tinggi pula keterlibatan followers dalam kegiatan offline pelestarian mangrove.
Selain itu, strategi dalam membuat konten-konten edukasi tentang pelestarian lingkungan harus benar-benar menancap dalam pikiran para milenial untuk membangun kesadaran. Jika pesan lingkungan yang sudah membekas dalam benak milenial, maka tindakan nyata akan mudah mereka lakukan. Tidak hanya itu, keterlibatan generasi milenial juga bisa mengangkat sesuatu isu lingkungan dan memviralkan feneomena tersebut. Misalnya saja ada penebangan hutan besar-besaran. Milenial bisa memanfaatkan kekuatan netizen untuk menuarakan kebenaran dengan mengecam perilaku tersebut.
Agar pesan-pesan lingkungan lebih mudah diserap oleh milenial, kita juga bisa melibatkan influencer untuk mempromosikan konten-konten edukasi mengenai ancaman perubahan iklim. Kita tahu bahwa influencer saat ini menjadi bagian dari komunikasi branding yang kerap digunakan untuk mempromosikan suatu barang atau jasa. Keberadaan influencer menjadi peluang bagus bagi milenial.
Pentingnya Asuransi yang Menjamin Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Salah satu perusahaan asuransi umum yang concern terhadap perlindungan keanekaragaman hayati adalah MSIG Indonesia. Meskipun memiliki produk-produk seperti perusahaan asuransi umum lainnya, namun MSIG Indonesia telah berkontribusi terhadap perkembangan masyarakat yang dinamis dan membantu memastikan masa depan yang sehat bagi bumi, menciptakan keselamatan dan ketenangan pikiran. Sebagai bagian untuk melindungi keanekaragaman hayati, MSIG Indonesia mendukung konservasi hutan dan laut dengan mendukung solusi iklim alami.
Kontribusi MSIG Indonesia
300,000
pohon telah ditanam pada lahan seluas 350 hektar
185
rumah tangga diberi pelatihan tentang metode penanaman
337
siswa dididik tentang keanekaragaman hayati dan lingkungan
97,057
benih didistribusikan untuk menodorong penghijauan di antara masyarakat setempat
165
guru diberi pelatihan tentang pendidikan lingkungan
23
spesies burung tambahan didokumentasikan
21,300
bayi bakau ditanam
22
sekolah berpatisipasi dalam pendidikan lingkungan
9
spesies kupu-kupu tambahan didokumentasikan
Jarang sekali kita melihat perusahaan asuransi umum yang melakukan edukasi pelestarian lingkungan, khususnya terkait isu perubahan iklim dan keanekaragaman hayati. MSIG Indonesia yang bermitra dengan Conservation International Asia-Pacific (CIAP) telah terlibat ke dalam berbagai upaya konservasi hutan.
Salah satu pelanggan asuransi MSIG adalah Thai Union dengan komitmen melakukan budidaya ikan tuna yang berkelanjutan.
Meskipun produk Thai Union berbentuk kemasan, namun pelanggan MSIG ini telah berhasil mengurangi pembuangan sampah ke laut dan berhasil mendaur ulang kemasan-kemasan mereka.
Selain itu ada juga kisah MTR, sebuah perusahaan pengoperasian kereta api serta pengembangan properti di Hongkong. MTR telah berhasil mengelola keanekaragaman hayati di lahan basah. Selain itu, MTR juga telah berhasil melakukan konservasi ekologi perkotaan.
Dua pelanggan asuransi MSIG telah membuktikan bahwa perusahaan asuransi ini tidak main-main dengan masalah pelestarian lingkungan.
Dengan testimoni tersebut, maka MSIG Indonesia layak kita percayakan sebagai perusahaan asuransi umum untuk masa depan yang lebih baik.
Referensi
- BMKG, https://www.bmkg.go.id/iklim/?p=ekstrem-perubahan-iklim diakses pada tanggal 4 Oktober 2022
- Gramedia, https://www.gramedia.com/literasi/keanekaragaman-hayati/ diakses pada tanggal 5 Oktober 2022
- Darwin P. Lubis. 2011. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jurnal Geografi Vol. 3 No. 2
- Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional
- Budi Sulistyawan, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13270/Generasi-Millennial-Sumber-Ide.html diakses pada tanggal 5 Oktober 2022
- Statistik Gender Tematik. 2018. Profil Generasi Milenial Indonesia. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Dea Rizki Kapriani dan Djuna P. Lubis. 2014. Efektivitas Media Sosial untuk Gerakan Sosial Pelestarian Lingkungan dalam Jurnal Sosiologi Pedesaan edisi Desember
- MSIG Indonesia, https://www.msig.co.id/id/biodiversity diakses pada tanggal 6 Oktober 2022